Minggu, 18 April 2010

MANAJEMEN SEKOLAH PROFESIONAL BEBAS NARKOBA


1.      Pengantar
      
Salah satu masalah pendidikan yang dihadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
       Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
        Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan agar sekolah yang ada dapat menjadi sekolah profesional.
2.  Konsep Dasar Manajemen Sekolah Profesional
Manajemen  sekolah profesional dapat didefinisikan sebagai  penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah  sesuai dengan keinginan konsumen, dengan demikian dapat dikatakan bahwa  sekolah tersebut harus memiliki wewenang yang jelas dan otonom. Artinya sekolah dapat dikelola menjadi sekolah yang profesional apabila sekolah tersebut dikelola dengan berbasis kepada sekolah itu sendiri.
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaftif dan antisipatif, kemampuan bersinergi danm berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru, karyawan, siswa,orang tua, tokoh masyarakat) dkjorong untuk terlibatsecara langsung dalam proses pengambilankeputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.
Pengambilan keputusan partisipasi berangkat dari asumsi bahwa jika seseorang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan merasa memiliki keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula dedikasinya.
Sekolah dapat dikelola secara profesioanal apabila  memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Di samping itu, sekolah juga memiliki kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.
Berdasarkan konsep dasar yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penyesuaian din dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan- masa depan yang lebih bernuansa otonomi yang demokratis
Untuk mencapai mengelola sekolah secara profesioanal, sekolah harus memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya. Pengambilan keputusan sebaiknya  dilakukan secara partisipatif dengan mengikutsertakan peran masyarakat sebesar-besarnya, sedangkan piha pemerintah berfungsi sebagai  fasilitator saja.
3. Tujuan Manajemen  Sekolah  Profesional
Manajemen Pengelolaan Sekolah Profesional bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan kemandiriannya, maka:
1.      Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya.
2.      Dengan demikian sekolah dapat mengoptimal kan sumber daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
3.      Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
4.      Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada, umumnya, sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasarn mutu pendidikan yang telah direncanakan.
5.      Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah yang lainnya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian tinggi. Secara umum, sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Tingkat kemandirian tinggi sehingga tingkat ketergantungan menjadi rendah
2.      Bersifat adaptif dan antisipatif memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko)
3.      Bertanggung jawab terhadap input manajemen dan sumber dayanya.
4.      Memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja.
5.      Komitmen yang tinggi pada dirinya
6.      Prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.
Dalam upaya menuju sekolah mandiri, terlebih dahulu kita perlu menciptakan sekolah yang efektif. Ciri sekolah yang efektif adalah sebagai berikut:
1.      Visi dan misi yang jelas dan target mutu yang harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan secara lokal.
2.      Sekolah memiliki output yang selalu meningkat setiap tahun.
3.      Lingkungan sekolah aman, tertib, dan menyenangkan bagi warga sekolah (bebas narkoba).
4.      Seluruh personil sekolah memahami dan mengahayati visi, misi, dan harapan yang tinggi untuk berprestasi secara optimal.
5.      Sekolah memiliki sistem evaluasi yang kontinyu dan komprehensif terhadap berbagai aspek akademik dan non akademik.
4. Pengelolaan Kelembagaan
Sekolah, sebagai lembaga pendidikan, harus dikelola secara profesional agar menjadi "sekolah belajar" (learning school) yang mampu menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya. Untuk menjadi sekolah belajar, maka sekolah harus:

1).
memberdayakan sumber daya manusianya seoptimal mungkin,
2).
memfasilitasi warga sekolahnya untuk belajar terus dan belajar kembali,
3).
mendorong kemandirian (otonomi) setiap warganya,
4).
memberikan tanggungjawab kepada warganya,
5).
mendorong setiap warganya untuk "mempertanggungugatkan" (accountability) terhadap hasil kerjanya,
6).
mendorong adanya teamwork yang kompak dan cerdas dan shared value bagi setiap warganya,
7).
merespon dengan cepat terhadap pasar (pelanggan),
8).
mengajak warganya untuk menjadikan sekolahnya customer focused,
9).
mengajak warganya untuk nikmat/siap berhadap perubahan,
10).
mendorong warganya untuk berfikir sistem, baik dalam cara berfikir, cara mengelola, maupun cara menganalisis sekolahnya,
11).
mengajak warganya untuk komitmen terhadap "keunggulan kualitas",
12).
mengajak warganya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus, dan
13).
melibatkan warganya secara total dalam penyelenggaraan sekolah.

5.  Proses Pengelolaan Program
Pengelolaan program merupakan pengkoordinasian dan penyerasian program sekolah, yang meliputi:
(1)   perencanaan, pengembangan, dan evaluasi program sekolah,
(2)   pengembangan kurikulum,
(3)   pengembangan proses belajar mengajar,
(4)   pengelolaan sumberdaya manusia (guru, karyawan, konselor, dsb.),
(5)   pelayanan siswa,
(6)   pengelolaan fasilitas,
(7)   pengelolaan keuangan,
(8)   perbaikan program, dan
(9)   pembinaan hubungan antara sekolah dan masyarakat.
6. Pelaksanaan Manajemen Sekolah Profesional
Mengubah manajemen berbasis pusat menjadi manajemen sekolah profesional  atau manajemen berbasis sekolah  merupakan proses yang panjang dan melibatkan banyak pihak. Transisi ini memerlukan penyesuaian- penyesuaian, baik sistem (struktur)nya, kulturnya, maupun figurnya, dengan tuntutan-tuntutan baru manajemen sekolah profesional. Perubahan ini tidak akan berlangsung sekali jadi, dengan demikian, fleksibiltas dan eksperimentasi-eksperimentasi yang menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru dalam penyelenggaraan manajemen sekolah profesioanal atau penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah perlu didorong pelaksanaannya.

7.      Membangun Manajemen Sekolah Bebas Narkoba
Salah satu ciri sekolah yang efektif adalah sekolah yang memi.liki lingkungan  sekolah yang aman, tertib, dan menyenangkan bagi warga sekolah (bebas narkoba). Untuk mendapatkan sekolah yang bebas narkoba sebagai landasan konsep adalah perlunya pesan moral dalam menetapkan visi dam misi sekolah. Dengan adanya misi yang demikian akan menjadikan motivasi bagi semua warga sekolah untuk menciptakan berbagai konsep, aktifitas dan pengendalian agar sekolah dan warganya terbebas dari narkoba.
Selain memiliki konsep dan misi yang jelas untuk menjadi sekolah yang bebas narkoba yang penting adalah mengetahui berbagai sebab terjadinya pemakaian  narkoba adalah sebagai berikut:
·        Lingkungan sekolah yang rawan, seperti sekolah yang dekat pusat perbelanjaan, dekat terminal , lingkungan yang kumuh dan sebagainya.
·        Kurangnya kontrol dari petugas sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah, baik pada jam belajar maupun setelah jam belajar sekolah.
·        Banyaknya warung dan atau kios di sekitar sekolah yang dapat dijadikan tempat transaksi.
·        Penerapan sanksi yang kurang konsekuen terhadap pelanggaran peraturan       sekolah.
·        Lokasi sekolah yang dijadikan tempat menongkrong pengguna Narkoba.
·        Kurangnya pemahaman/pengetahuan guru, siswa, petugas sekolah, dan orang tua  siswa tentang bahaya narkoba
·        Peraturan sekolah atau tata tertib sekolah yang terlalu keras atau terlalu lunak.
·        Komunikasi yang kurang etektif antara guru, kepala sekolah, siswa, dan orang tua siswa.
·        Kegiatan sekolah yang terlalu padat atau kegiatan sekolah yang kurang sesuai dengan minat siswa.
·        Penanganan yang kurang optimal terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar.
·        Kurangnya keterlibatan orang tua siswa yang anaknya tidak terlibat dalam masalah penyalahgunaan Narkoba.
·        Kurang difungsikannya peranan BP3 secara optimal.
·        Kurang adanya kerja sama antara sekolah dengan masyarakat sekitar, Pemda setempat, dan Polri.
·        Landasan pendidikan agama yang kurang memadai dari para siswa dan warga sekolah.
Setelah mengetahui berbagai sebab pemakaian narkoba oleh warga sekolah berikut berbagai kegiatan yang dapat dilakukan untuk  membebaskan warga sekolah dari narkoba antara lain :
Kegiatan Siswa
·              Melaporkan segala bentuk kepemilikan, peredaran atau penyalahgunaan Narkoba kepada sekolah dan orang tua.
·              Mempelajari bahaya Narkoba dan cara-cara menghindari pengaruh Narkoba, dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki tersebut untuk membantu teman untuk memahami dan menghindari penyalahgunaan Narkoba.
·              Segera mencari pertolongan guru dan atau orang tua apabila mengetahui ada salah seorang teman sudah terlibat penyalahgunaan Narkoba.
·              Mendorong orang tua siswa untuk aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah dalam penanggulangan penyalahgunaan Narkoba.
·              Aktif berpartisipasi dalam organisasi sekolah  atau sekedar membantu mengembangkan gagasan kegiatan yang berhubungan dengan program pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba, atau program kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan diri bagi siswa.
·              Secara sukarela ikut berperan serta dalam gerakan keamanan dan ketertiban sekolah.
·              Menyediakan diri sebagai mentor/tutor bagi siswa adik kelas untuk setiap kegiatan kampanye anti Narkoba.
·              Berupaya menjalin komunikasi yang baik dengan guru, kepala sekolah, dan orang tua siswa pada umumnya.


Kegiatan sekolah
·              Bersama BP3 dan masyarakat sekitar sekolah membentuk tim gerakan keamanan sekolah dan menciptakan lingkungan sekolah bebas Narkoba.
·              Mengembangkan program lingkungan sekolah bebas Narkoba berdasarkan situasi sekolah setempat, data yang akurat, dan dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada sesuai dengan strategi yang telah dan sedang dijalankan.
·              Mengupayakan agar siswa dapat dilibatkan dalam kegiatan ekstra kurikuler yang menarik, inovatif, dapat menjadi sumber penghargaan, dan penuh tantangan.
·              Menegakkan kebijakan sekolah secara jelas dengan mempertimbangkan masukan dari siswa dan orang tua siswa serta kondisi yang berkembang pada saat itu. Kebijakan tersebut harus secara jelas mencantumkan larangan kepemilikan, peredaran, dan penyalahgunaan Narkoba.
·              Meninjau kembali peraturan sekolah yang dinilai terlalu keras yang berhubungan secara langsung dengan proses belajar-mengajar di sekolah.
·              Bekerja sama dengan aparat penegak hukum yang dapat dipercaya dalam menangani masalah pelanggaran hukum oleh siswa di lingkungan sekolah.
·              Segera menindak lanjuti dan mengambil tindakan tegas apabila mendapat laporan tentang adanya pemilikan, peredaran, dan penggunaan Narkoba oleh siswa di lingkungan sekolah atau di luar lingkungan sekolah.
·              Mendorong seluruh aparat sekolah untuk hormat terhadap sesama aparat sekolah, orang tua siswa, dan siswa.
·              Berupaya secara maksimal menjalin komunikasi yang baik dengan sesama aparat sekolah, orang tua siswa, masyarakat di lingkungan sekolah dan dengan siswa sekolah itu sendiri.
·              Mendorong masyarakat dan instansi terkait untuk mendukung sekolah dan berpartisipasi dalam program pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di lingkungan sekolah.
·              Bekerja sama dengan pihak terkait agar sekolah tetap berfungsi setelah jam belajar sehingga siswa dapat melakukan kegiatan ekstra kurikuler dengan aman tetap di bawah pengawasan sekolah.
·              Mengusahakan fasilitas olah raga, kesenian, dan keterampilan yang cukup memadai, yang memungkinkan siswa dapat menyalurkan rasa tertekan, bosan, dan jenuh dalam mengikuti kegiatan belajar.
Kegiatan orang tua
·              Menetapkan standar perilaku, batasan dan harapan yang jelas bagi anak-anaknya.
·              Membuat kesepakatan dengan anak mengenai kegiatan ekstra kurikuler yang diijinkan untuk diikuti oleh anak, target nilai yang diharapkan (disesuaikan dengan potensi anak), kapan saatnya bepergian, tempat-tempat yang boleh dan tidak boleh dikunjungi, batasan waktu bermain, jam pulang, dan sebagainya.
·              Mendiskusikan peraturan disiplin sekolah dengan anak sehingga apabila ada peraturan yang terlalu teras untuk anak dapat segera diketahui, dan apabila secara obyektif dinilai terlalu keras maka orang tua dapat membicarakannya dengan pihak sekolah. Yakinkan pada anak bahwa peraturan mengenai penyalahgunaan Narkoba di sekolah dibuat untuk melindungi anak dari bahaya Narkoba.
·              Mendorong anak untuk mau berceritera mengenai kehidupan sekolahnya (kegiatan sekolah, pengalaman khusus sekolah, teman-teman, guru, minat anak, masalah pelang garan yang terjadi di sekolah, pengalaman sehari-hari di sekolah, dan sebagainya).
·              Melibatkan diri dalam urusan sekolah, pertemuan dengan guru, BP3, dsb-nya serta berperan aktif dalam program yang direncanakan dan dijalankan di sekolah.
·              Mengupayakan komunikasi yang baik dengan anak dan membangun jaringan komunikasi dengan anak-anak lain yang bisa diajak diskusi tentang isu penyalahgunaan Narkoba.
·              Bekerja sama dengan sekolah dan masyarakat sekitar sekolah dalam upaya pencegahan bahaya Narkoba, terutama di sekolah.
·              Membicarakan akibat penyalahgunaan Narkoba dengan anak.
·              Memantau kegiatan yang dilakukan oleh anak, mengenali teman akrabnya dan mengupayakan untuk mengenal orang tua mereka.
·              Mendorong anak untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler sesuai dengan minatnya.
·              Berikan dorongan agar anak menekuni hobinya.
·              Jangan dibiarkan anak bersikap pasif, bermalas-malasan di rumah, tidak melakukan apa-apa, menonton TV terus menerus, dan melakukan hal-hal yang tidak produktif lainnya.
Berbagai kegiatan untuk membuat sekolah bebas bnarkoba akan hanya merupakan slogan apabila manajemen sekolah tidak dikelola secara profesional, apabia warga sekolah dan pimpina asekolah tidak dapat saling berpartisipasi dalam mengelola sekolah untuk menjadi sekolah yang profesional.