Kasus narkoba tahun 2008 di Sumatera Utara melibatkan 1617 orang pelaku, sedangkan tahun 2009 melibatkan 1753 orang pelaku. Terjadi peningkatan sekitar 4.04 persen.
Berdasarkan data barang bukti di perkirakan uang beredar pada bisnis narkoba di Sumatera Utara sebesar Rp 110. 253. 689. 000.- ( Seratus sepuluh milliar, dua ratus lima puluh tiga juta, enam ratus delapan puluh sembilan ribu rupiah ), Sungguh..angka yang sangat menggiurkan yang sangat menyedihkan lagi bahwa sebahagiaan uang yang beredar ini tidak beredar di Sumatera Utara tetapi di bawa oleh bandar dan pengedar ke luara Sumatera Utara bahkan sampai keluar negeri.
Ini disebabkan karena bahan narkotika berasal luar daerah Sumatera Utara bahkan berasal dari Luar Negeri.Uang yang beredar pada bisnis narkotika di Indonesia sebahagian besar dibawa ke Luar negeri ( Data PIMANSU 2009).
Dari data ini kita mengamati bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terbukti merasuk nyaris kesemua pelosok kota dan desa serta ke setiap masyarakat di seluruh Sumatera Utara. Hasil Penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2008, menunjukkan 1, 99 persen penduduk Indonesia telah menyalahgunakan narkoba.
Kendatipun Masalah narkoba begitu kompleks, masyarakat Indonesai merasa bergembira dengan disahkannya Undang- undang no 35 tahun 2009, tentang narkotika, Undang – Undang ini telah memperkuat bidang pemberantasan/penegakan hukum tentang narkoba ditanah air.
Hal itu diatakan Drs. Zulkarnain Nasution MA, Direktur Eksekutif Pimansu (Pusat Informasi Masyarakat Anti Narkoba Sumatera Utara) kepada wartawan (23/2) diruang kerjanya.
Zulkarnain melanjutkan, setelah menunggu sekian lama, akhirnya Undang – undang Republik Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika telah diundangkan pada tanggal 12 Oktober 2009 lalu dan ditempatkan dalam Lembaran Negara RI tahun 2009 Nomor 143 serta Tambahan Lembaran Negara RI bernomor 5062 disahkan.
Undang –undang Narkotika baru telah memperluas bahan – bahan yang digolongkan sebagai narkotika Golongan I, dengan memindahkan Psikotropika Golongan I ( diantaranya : Ekstasi) dan Golongan II (diantaranya : sabu )dari UU no 5 Tahun 1997 dedalam UU no 35 tahun 2009.
Narkotika golongan I tidak digunakan untuk pelayanan kesehatan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, apabila ada organisasi kriminal/ sindikat yang memproduksi, mengimpor dan mengedarkan secara melawan hukum Ekstasi dan sabu, dapat dihukum lebih berat, yaitu jika beratnya melebihi 5 ( lima ) gram narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman ( termasuk heroin dan kokain ) maka pelaku dipidana dengan pidana mati, atau pidana penjara lainnya" ungkap Zulkarnain.
Disi lain, bagi para penyalahgunaan dan pecandu narkotika, Undang – undang baru lebih manusiawi. Bagi korban penyalahgunaan narkotika, pecandu narkotika yang belum cukup umur yang sudah dilaporkan oleh orangtuanya/ wali, untuk mendapat rehabilitasi Medis, Social dan bagi pecandu narkotika yang sudah cukup umur, selama 2 (dua) kali perawatan dokter di Lembaga Rehabilitasi Medis yang ditunjuk pemerintah, kesemuanya tidak dituntut pidana, tetapi wajib menjalani Rehabilitasi Medis dan Social.
Perubahan yang significan lain adalah dibentuknya BNN sebagai lembaga Pemerintah Non Kementrian yang merupakan organisasai vertical dari pusat sampai ke propinsi dan kabupaten/ kota. Untuk memberantas organisasi criminal/sindikat Narkotika dan jaringannya yang telah meracuni sekitar 3,6 juta orang di Indonesia.
Maka Undang – undang ini telah memperkuat bidang pemberantasan/ penegakan hukum dengan memberikan kewenangan penyelidikan dan peyidikan kepada BNN, disamping penyidik Polri. Peran serta masyarakat juga memperkuat dan ditingkatkan dalam Undang – undang narkotika ini.
Mudah – mudan Undang – undang no 35 tahun 2009 tentang narkotka ini bisa kita sosialisasikan, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan narkotika.
Mari kita mempelajari, menghayati dan bangkitkan tekad untuk ikut mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika" tutup Zulkarnain.
