Minggu, 18 April 2010

Narkoba di Indonesia

Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina.

Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang.
Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).
Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor.
Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).
Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.
Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).
Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat (narkotika) sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.
Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.

Asal Muasal Candu
KapanLagi.com - Candu pertama dikenal oleh bangsa Sumeria, mereka menyebutnya Hul Gill yang artinya 'tumbuhan yang menggembirakan' karena efek yang diberikan tumbuhan tersebut bisa melegakan rasa sakit dan memudahkan penggunanya cepat terlelap.
Namun filsuf dan ahli medis Hippocrates, Plinius, Theophratus dan Dioscorides menggunakan candu sebagai bagian dari pengobatan, terutama pembedahan. Saat itu Hippocrates belum menemukan bahan aktif candu namun ia tahu kegunaan candu yang sifatnya analgesik (pereda rasa sakit) dan narkotik.
Dulu candu masih dikonsumsi mentah, baru pada 1805 morfin mulai dikenal untuk pertama kalinya menggantikan candu mentah (opium). Penggunaan candu yang berlebihan akan menyebabkan ketagihan dan sesak. Hampir selama 100 tahun 'kelebihan' candu ini tak diboyong ke Eropa karena dulu Bangsa Eropa menganggap apapun yang dibawa dari Timur adalah barang setan. Candu mentah hanya digunakan untuk pengobatan sampai akhirnya Ratu Elizabeth I menyadari kelebihan opium dan membawanya ke Inggris.
Candu mulai dikenalkan di Persia di India dan Persia oleh Alexander the Great pada 330 sebelum masehi. Pada jaman itu orang India dan Persia menggunakan candu dalam acara jamuan makan dengan tujuan rileksasi.
Pada 1680 seorang ahli farmasi Thomas Sydenham mengenalkan Sydenham's Laudanum yaitu campuran herba dan anggur. Belanda mula mempopulerkan penggunaan pipa tembakau untuk mengisap menghisap candu ditahun yang sama. Penggunaan jarum suntik baru dikenalkan oleh Dr. Alexander Wood dari Edinburgh, semakin memudahkan para pemadat menggunakan candu, bahkan tiga kali lebih cepat dari cara biasa.
Baru pada akhir abad ke-19 ahli kimia mulai mengubah struktur molekul morfin dan mengubahnya menjadi obat yang kurang menyebabkan ketagihan. Tepatnya 1874 peneliti C.R. Wright menemukan sintesis heroin (putaw) dengan memanaskan morfin.
Peredaran opium selama abad 19 ini makin berkembang pesat di Amerika, selain penggunaan opium yang terkesan serampangan di bidang medis, opium mudah sekali dijumpai di Amerika dalam bentuk tonikum, obat-batan paten bahkan menyudut opum di sarang-sarang pencandu tak dapat lagi dihindari. Sebuah gejala epidemic diakhir tahun 1800-an. Ironisnya para pencandu morfin ini banyak dijumpai dikalangan serdadu yang terluka saat Perang Dunia
Karena daya 'nagih' candu, akhirnya pada 1878 Kerajaan Inggris mengeluarkan undang-undang untuk mengerem penggunaan dan impor opium secara bebas terutama dari Cina. Hal senada juga diberlakukan di Amerika dengan mengeluarkan Undang-Undang Makanan dan Obat (Pure Food and Drug Act) pada 1906 yang meminta pihak farmasi memberi label yang jelas untuk setiap kandungan opium dalam obat yang mereka produksi.
Namun peraturan tersebut tak banyak membantu bahkan peredaran opium makin tak terkontrol dan dijual secara bebas. Hal ini semakin memicu jumlah pencandu, terutama dikalangan tentara dan wanita bersalin. Melihat hal tersebut St. James Society menawarkan sample cuma-cuma untuk para pencandu dengan tujuan menghilangkan ketagihan serta mengurangi peningkatan penagih heroin yang tak terbendung.
Apa yang dilakukan St. James Society tak banyak membantu sampai akhirnya pada 17 Desember 1914 Harrison Narcotics Act menetapkan peraturan bagi siapapun pengguna dan penjual wajib membayar pajak, mengatur regulasi penjualan narkotik, melarang memberi narkotik pada pencandu yang tak memiliki keinginan untuk sembuh, menahan paramedis dan menutup panti rehabilitasi.
Pada 1923, Badan Obat Amerika (FDA) melarang penjualan semua bahan narkotik terutama heroin, namun para pencandu bisa membelinya pasar gelap. Pasar gelap pertama dibuka di Chinatown, New York.
Tahun 1970 Presiden Amerika Richard Nixon melancarkan perang terhadap Heroin. Salah satu langkah Nixon adalah berjanji membantu kesejahteraan Turki yang selama ini menjadi pemasok utama heroin ke Amerika mulai tahun 1950-1970 dengan memberi menyediakan tentara bantuan dan meningkatkan perekonomi.
Rakyat Turki juga bantuan senilai 35 juta per tahun sebagai imbalan memusnahkan ladang opium dan menggantinya dengan tanaman lain terutamanya di wilayah Anatolia, karena Anatolia merupakan produsen utama opium di Turki. Turki membutuhkan waktu setahun untuk memusnahkan ladang opium dan membakarnya dengan herbisida yang dikirim Amerika.

























Perang Candu
KapanLagi.com - Awal abad 19 opium dibawa ke daratan Cina (Tiongkok) oleh para pedagang Inggris sebagai pengimbang ekspor teh ke Inggris. Opium di Tiongkok digunakan sebagai obat selain diperdagangkan. Pada masa Emperor Yung Cheng candu dihisap menggunakan pipa khas yang terbuat dari tanah liat dan diminum bersama arak. Asap candu ini diyakini bisa memberikan mimpi sewaktu tidur.
Saat pemerintahan Kekaisaran Ming dan Ching, Cina menutup jalan perniagaan dengan dunia Barat karena mereka mengganggap mereka mampu memenuhi keperluan rakyat dan tidak mau bergantung pada Barat.
Hal ini sangat menyulitkan Inggris, karena barang-barang Tiongkok seperti sutera, tembikar, rempah dan teh yang dimonopoli oleh Inggris memiliki pasaran luas di Eropa.
Melalui rundingan perdagangan akhirnya kekaisaran Cina mengijinkan Inggris berdagang di Cina tepatnya di Guangzhou (Canton). Namun Inggris menyalahgunakan kesepakatan ini dengan memasukkan opium ke Guangzhou setelah mereka mengetahui penggunaan candu cukup meluas dikalangan penduduk. Mereka ingin menjalankan perdagangan baru yaitu menjual opium atau candu.
Langkah Inggris memasukkan opium ini direspon kalangan pencandu Guangzhou, apalagi Inggris memiliki akses mudah mendapatkan opium dari India, yang secara geografis dekat dengan daratan Cina, sangat memudahkan peredaran opium di masyarakat Guangzhou.
Mengetahui semakin banyaknya pencandu Guangzhou, pada masa pemerintahan Kaisar Tao Kwang pada 1839, satu langkah tegas diambil Kwang untuk mengatasi masaah kecanduan di masyarakat. Kwang memerintahkan Komisaris Lin Tse-Hsu untuk memusnahkan dan membakar candu ilegal di Guangzhou. Pembakaran ini membuat berang Inggris dan menjadi awal dimulainya Perang Candu I. Perang yang berlangsung selama tiga tahun (1839-1842) ini menyisakan kelalahan besar-besaran bagi bangsa Cina, sebanyak 30 ribu rakyat Cina menjadi korban perang yang memaksa Cina untuk menandatangani Treaty of Nanjing (1842) dan The British Supplementary Treaty of the Bogue (1843).

Perjanjian Nanjing
Dalam perjanjian tersebut Cina wajib membayar upeti 21 juta ke Inggris sebagai ganti rugi. Cina juga harus membuka kembali pintu perniagaan ke dunia barat, dengan membuka pelabuhan di Guangzhou, Jinmen, Fuzhou, Ningbo, dan Shanghai. Inggris juga meminta wilayah Hong Kong menjadi tanah jajahan mereka. Perjanjian Nanjing menjadi pintu pembuka peredaran candu dan pembuka pintu dagang Barat ke Timur.
Perang Candu II terjadi antara Inggris, Prancis, dan Cina pada 1856 yang dipicu pencarian kapal milik Inggris The Arrow oleh bangsa Cina secara ilegal di Guangzhou. Hal tersebut membuat marah Inggris yang kembali mengobarkan perang dan kembali memenangkan peperangan. Guangzhou diduduki pasukan Inggris-Prancis sampai 1861.
Cina kembali mengalami kekalahan dan dipaksa menandatangai Treaty of Nanjing (1858) dimana Perancis, Rusia dan Amerika iku ambil bagian. Dalam perjanjian ini Cina bersedia membuka sebelas pelabuhan, dibukanya kedutaan asing, memberi sanksi pada aktivist misionaris Kristen serta melegalkan impor candu.
Perang kembali pecah tahun 1859 saat Cina menghalangi masuknya diplomat asing ke Beijing dan keinginan Inggris untuk memaksakan beberapa pasal baru dalam perjanjian Nanjing. Kali ini Inggris dan Perancis menguasai Beijing dan membakar Istana Musim panas Kaisar (Yuan ming yuan).
Konvensi Beijing tahun 1860 memutuskan Cina dipaksa untuk mematuhi kembali syart-syarat yang tertera di Perjanjian Nanjing dengan menyertakan beberapa konsensi tambahan dan mengakhiri perang.(opiumwar)


























Sejarah Heroin di Amerika
KapanLagi.com - Heroin merupakan salah satu jenis obat terlarang yang paling populer dalam tradisi drug di Amerika, walaupun sebenarnya heroin bukanlah barang baru diakhir tahun 60-an. Efek negatif yang terkandung didalamnya juga sudah sudah bukan hal yang asing lagi saat ini. Heroin adalah bagian dari opium/candu, dan seperti halnya candu, ada beberapa ketergantungan yang timbul secara fisik dan mental saat dikonsumsi.
Awal Lahirnya Pencadu di Amerika
Pada pertengahan tahun 1800, candu menjadi primadona, saat itu rumah candu banyak bertebaran di pelosok Amerika yang lebih tenatr dengan sebutan 'Wild West. Pada masa imigran Cina datang ke Amerika sebagai pekerja pembangunan rel kereta api, keberadaan candu mulai membooming.
Dalam sejarah Amerika menulis bahwa tokoh mereka Wild Bill Hickock dan Kit Carson lebih sering mengunjungi rumah madat dari pada bar. Selama ini para cowboy lebih banyak menghabiskan waktu di bar setelah melakukan perjalanan panjang selalu menjadi stereotip yang kita miliki tentang Amerika di masa lalu. Padahal dalam kenyataannya para cowboy jarang menghabiskan waktu di bar namun mereka lebih memilih duduk dengan posisi kepala tertelungkup ke depan menghirup candu ditemani pelacur oriental dalam sebuah ruangan temaram. Pada masa itu para cowboy menghabiskan hari dan malam-malam mereka di rumah madat dalam keadaan fly berat, yang membuat mereka ketagihan dan menjadi pecandu.
Namun masalah ketergantungan alkohol tetap menjadi momok utama pada masa itu, karena alkohol merupakan sumber utama penyebab kekerasan dan kematian dikalangan cowboy. Keberadaan candu sendiri lebih dikenal sebagai alat penyembuh ketergantungan alkohol di akhir tahun 1800-an, bukan menjadi madat murni.
Candu yang dikenal dengan ibu-nya morfin mulai dikembangkan sebagai obat penghilang rasa sakit sekitar tahun 1810. Pada masa itu morfin dikategorikan sebagai obat ajaib karena kemampuannya mengurangi rasa sakit pasca operasi atau hanya sebagi penyembuh luka.
Saat dikonsumis obat yang mengandung morfin ini menyebabkan penggunanya berada dalam kondisi mati rasa, diliputi perasaan senang seperti tengah berada di alam mimpi. Karena efek yang ditimbulkan akhirnya pada tahun 1811 Dr. F.W.A. Serturner, seorang ahli obat dari Jerman, menyebut obat ini dengan nama Morpheus, yang berasal dari dewa mimpi Yunani.
Pertengahan tahun 1850, morfin beredar luas di seluruh Amerika Serikat dan makin populer digunakan di dunia kedokteran. Dalam pengobatan medis, morfin dimanfaatkan sebagai obat penghilang rasa sakit oleh para dokter-dokter pada masa itu, sayang penggunaan dosis dan terlalu seringnya menyembuhkan rasa sakit dengan morfin semakin memicu ketergantungan terhadap obat tersebut, dan membuat ketergantungan tak terdeteksi sampai masa Perang Saudara berakhir.
Puncak kecanduan makin meningkat selama perang saudara, jumlah pasien (terutama prajurit korban perang) dirawat dengan menggunakan morfin, sekitar sepuluh ribu tentara Amerika Utara dan Konfederasi berubah menjadi pecandu morfin.
Morfin menjadi wabah epidemik di Amerika, 10 tahun sejak pertama kali masuk Amerika, meskipun tak ada catatan statistik pasti tentang angka ketergantungan, masalah ini telah berkembang dan memerlukan perhatian serius dari dunia kedokteran.
Pada 1874, orang mengira telah menemukan jawaban mengatasi masalah ini lewat obat baru yang ditemukan di Jerman, yang disebut Heroin. Tak butuh waktu lama, heroin pun diimpor masuk ke Amerika Serikat.
Titik penjualan tertinggi tercapai dari pasar yang terdiri dari para dokter dan pasien yang sebelumnya merupakan pecandu morfin kemudian beralih menjadi pecandu heroin karena mereka merasa heroin lebih aman dan tak menyebabkan kecanduan. Dari sinilah awal lahirnya pecandu heroin Amerika sampai saat ini.

Perangkat Morfin (civil war-era)
Mulai akhir 1800-an sampai awal 1900-an, pabrik obat terkemuka mulai memproduksi perangkat untuk menggunakan heroin yang mudah dijumpai ditemui di toko-toko obat yang terdiri dari jarum suntik hipodermik dari kaca lengkap dengan sebuah botol kecil berisi opiat (morfin/ heroin) dan atau kokain yang dikemas rapi dalam sebuah kotak timah berukir indah.
Laudanum (opium/candu berbahan dasar alkohol) merupakan nama obat yang sangat populer karena kasiatnya dalam mengobati berbagai jenis penyakit. Laudanum mudah sekali diperoleh baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Pabrik-pabrik obat berusaha memasarkan produk obat mereka melalui kampanye iklan yang sangat memuji narkotik sebagai obat mujarab, penyembuh berbagai jenis gangguan fisik dan mental mulai dari ketergantungan alkohol sampai penyembuhan kanker, depresi, kelambanan, batuk, pilek, tuberkulosis dan penyakit karena usia senja.
Kebanyakan obat mujarab tersebut dipromosikan para penjual obat licik (snake oil salesmen) yang kerap memasukkan unsur narkotika dalam kandungan obatnya.
Heroin, morfin, dan jenis turunan opiat lainnya dijual bebas dan legal sampai tahun 1920, tepatnya ketika Kongres menemukan bahaya dari obat-obatan ini dan menetapkan Undang-Undang Obat Terlarang (Dangerous Drug Act).
Hukum baru ini membuat penjualan obat berbahaya tak lagi diijinkan dijual di toko-toko obat seperti sebelumnya selain melarang penyebaran obat-obatan jenis tersebut oleh pihak federal. Sayang upaya hukum larangan sudah terlambat, pasar heroin di Amerika Serikat telah tercipta, terlihat dari tahun 1925 yang diperkirakan terdapat sekitar 200 ribu pecandu di Amerika yang terus bertahan sampai hari ini. (stopaddiction)

SEJARAH NARKOBA

Berdasarkan keterangan para penjelajah Belanda, opium telah kerap dipergunakan oleh masyarakat Tionghoa dan juga sejumlah besar orang Jawa semenjak 1617. Sepanjang abad 17 dan 18 VOC (Vereemigde Oost-Indische Compagnie) memonopoli penjualan opium, dan sejak 1862 perusahaan tersebut secara resmi membuka perkebunan opium di Jawa dan Sumatera. Opium diperdagangkan secara ilegal untuk membeli senjata dan peluru selama perang kemerdekaan pada sekitar 1945. Selama 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok pengguna heroin dan kokain, yang sebagian besar berada di Jakarta dan Bali. Pada awal 1970-an penggunaan narkoba dengan cara menyuntik muncul di Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan. Orang yang terlibat dikenal sebagai morfinis, tetapi sekarang diperkirakan yang disuntikkan itu adalah brown sugar (heroin) dan bukan morfin. Saat itu diperkirakan terdapat sekitar 200-300 IDU (Injecting Drug User = Pengguna narkoba jarum suntik) di Jakarta. Pada 1971 diperkirakan terdapat 2.000-3.000 kasus ketergantungan obat di berbagai rumah sakit di Indonesia. Namun harus diingat bahwa pada waktu tersebut data statistik tidaklah memisahkan antara pengguna narkoba dengan alkohol. Sepanjang 1970-an dan 1980-an sebagian besar pengguna kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug user), seperti marijuana (ganja - cimeng), obat tidur, serta obat penenang. Pada 1984, Departemen Sosial memperkirakan terdapat sekitar 80.000 pengguna narkoba di Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada pertengahan 1980-an di sejumlah pusat rehabilitasi menunjukkan banyak pengguna berasal dari kota-kota kecil, dan dari lingkungan keluarga kelas menengah dan bawah.

KEADAAN SAAT INI

Pendokumentasian penggunaan narkoba di Indonesia hingga beberapa waktu belakangan ini tidak bisa disebut bagus. Meski demikian terdapat bukti-bukti mengenai peningkatan penggunaan narkoba di seluruh wilayah negara ini. Kematian akibat overdosis sekarang terjadi secara rutin di berbagai rumah sakit di Jakarta. Rumah sakit utama di Jakarta mencatat terjadi enam kematian hanya dalam waktu satu bulan pada 1999. Diperkirakan angka kematian akibat overdosis kemungkinan telah mencapai satu per hari di Jakarta saja. Berdasarkan keterangan tersangka yang ditangkap polisi, kokain didatangkan dari Kolombia, heroin dari Segitiga Emas melalui Bangkok dan juga melalui pesisir Aceh, dan metamfetamin dari Cina melalui Hongkong, Bangkok, dan Singapura. Pembuatan narkoba, terutama yang berbahan dasar kimia, telah meningkat, baik oleh pabrik berskala kecil maupun besar. sekarang telah mampu membuat berbagai macam narkoba, bukan hanya untuk pasaran dalam negeri, tetapi juga pasaran di sejumlah negara di Asia dan di Barat. Terdapat ratusan pulau yang bisa dipergunakan untuk mendirikan pabrik benar-benar membantu dalam produksi narkoba. Terdapat laporan bahwa kurir Indonesia menyelundupkan ecstacy ke Cina, dan pulang membawa metamfetamin (shabu-shabu). Sebagian besar mariyuana dibudidayakan di Sumatera (Aceh). Secara historis ini merupakan narkoba yang biasa dipakai para penduduk lokal setiap hari. Diperkirakan luas ladang cannabis yang ditanami dan dipanen mencapai sekitar 2.000 hektar. Pada 1998, metamfetamin mulai mengambil alih posisi ecstacy di Jakarta berdasarkan laporan bahwa banyak pil yang dijual sesungguhnya bukan ecstacy melainkan metamfetamin. Diperkirakan terdapat sekitar 500.000 pecandu narkoba di Indonesia, namun ada pula yang memperkirakan bahwa jumlahnya telah mencapai 1.365.000. Di Jakarta saja terdapat sekitar 13.000 pecandu. RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) Jakarta, yang merupakan satu-satunya rumah sakit di Indonesia yang dikhususkan menangani masalah ketergantungan narkoba, melaporkan kenaikan jumlah pasien rawat inap dari 400 pada 1995 menjadi 700 pada 1998. Jumlah pasien rawat jalan juga naik dari 1.500 pada 1996 menjadi 4.000 pada semester pertama tahun 1999. Dari 1972 hingga 1998, rumah sakit itu telah merawat sekitar 23.000 pasien. Dilaporkan sebagian besar pecandu laki-laki (90 persen) dan berusia antara 16-24 tahun, dan umumnya masih pelajar SMP serta SMA.

PRAKTEK PENGGUNAAN NARKOBA

Sebuah penelitian yang dilaksanakan barubaru ini di sebuah klinik ketergantungan obat di Jakarta menunjukkan 543 (75 persen) pecandu adalah IDU dan 71 persen di antaranya telah menyuntik selama 1-4 tahun. Survei lain yang dilakukan akhir 1990-an pada dua kelurahan di Jakarta menunjukkan bahwa 60-70 persen dari remaja/dewasa muda merupakan pengguna narkoba, dan 60 persen dari para pengguna tersebut adalah IDU. Hasil Penjajakan Keadaan secara Cepat (RSA) yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan bahwa narkoba yang paling populer dipakai di Jakarta adalah heroin (putaw) dan cara penggunaan yang paling digemari adalah dengan menyuntikkannya. Menyuntik menduduki posisi kedua di Manado dan posisi ketiga di Surabaya. Sebagian besar pengguna telah memakai narkoba semenjak SMP, dimulai dengan narkoba risiko rendah, seperti mariyuana, dan baru kemudian beralih ke heroin. Awalnya heroin dipakai dengan cara menghirup asapnya. Kemudian, karena alasan ekonomi dan agar lebih cepat merasakan kenikmatannya, mereka pun mulai memakai cara menyuntik. Penggunaan dengan mengkombinasikan beraneka jenis narkoba (polydrug use) tampak telah menyebar luas, dan obat yang digemari untuk disuntikkan adalah heroin. Sebuah penelitian yang dilaksanakan barubaru ini menunjukkan bahwa penggunaan jarum suntik bergantian umum dilakukan (70 persen) dan biasanya dilakukan dengan 2-5 orang (75 persen). Penelitian lain menunjukkan 62 persen pengguna tidak mengetahui cara menyucihamakan (membersihkan) jarum. Terdapat pula bukti-bukti mengenai penggunaan kokain di Indonesia, suatu hal yang sesungguhnya tidaklah terlalu mengejutkan mengingat negeri ini pernah menjadi eksportir terbesar kokain dunia pada tahun 1920-an, dan semak koka masih bisa dijumpai di berbagai bagian pulau Jawa.









Narkoba wabah global
Asia tenggara sangat terkait sejarah Narkoba. Segi tiga emas di Myanmar itu adalah tempat perdagangan dan pertempuran Narkoba. Lokasi tempat segi tiga emas adalah perbatasan Thailand, Myanmar, Laos. Sekitar 70 persen ladang bunga opium adalah Myanmar. Di samping segi tiga emas itu, ada daerah sabit emas Asia Selatan tetangga Asia Tenggara (Asean) yaitu: Pakistan, Afganistan, Iran, dan Turki.
Sejarah narkoba di Indonesia telah bermula sejak zaman penjajah Belanda. Abad 16 dan 17 telah ada perdagangan narkoba di Hindia Belanda (nama lama Indonesia) tepatnya menurut sejarah VOC 1617. Di Jawa, opium itu telah ada yang mengisap dan memakainya yaitu orang-orang Cina tua. Sejak tahun 1960 telah mulai banyak generasi muda bangsa terlibat dalam narkoba.
Penderita narkoba di masyarakat kita berumur dalam usia produktif. Anak-anak dan cucu-cucu kita ini tidak boleh dibiarkan terisolasi di tengah keluarga dan masyarakat mereka sendiri dan, masyarakat tentu sangat menderita sekali untuk menerima keadaan ini. Selain itu penyebaran Narkoba juga makin sukar diawasi. Kalau negara super power AS saja sudah sukar mengawasi traffic narkoba, apalagi negara dan bangsa yang sedang ditimpa oleh multikirsis seperti Indonesia ini. Makin cepatnya gerak dan berpindahnya manusia, globalisasi membawa dampak positif tetapi tak kurang pula membawa dampak negatif.

Sejarah Awal Narkoba

Kurang lebih th. 2000 SM di Samaria dikenal sari bunga opion atau kemudian dikenal opium (candu = papavor somniferitum). Bunga ini tumbuh subur di daerah dataran tinggi di atas ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Penyebaran selanjutnya adalah ke arah India, Cina dan wilayah-wilayah Asia lainnya.
Cina kemudian menjadi tempat yang sangat subur dalam penyebaran candu ini (dimungkinkan karena iklim dan keadaan negeri). Memasuki abad ke XVII masalah candu ini bagi Cina telah menjadi masalah nasional; bahkan di abad XIX terjadi perang candu dimana akhirnya Cina ditaklukan Inggris dengan harus merelakan Hong Kong.
Tahun 1806 seorang dokter dari Westphalia bernama Friedrich Wilhelim sertuner menemukan modifikasi candu yang dicampur amoniak yang kemudian dikenal sebagai Morphin (diambil dari nama dewa mimpi Yunani yang bernama Morphius).
Tahun 1856 waktu pecah perang saudara di A.S. Morphin ini sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang sebahagian tahanan-tahanan tersebut "ketagihan" disebut sebagai "penyakit tentara"
Tahun 1874 seorang ahli kimia bernama Alder Wright dari London, merebus cairan morphin dengan asam anhidrat (cairan asam yang ada pada sejenis jamur) Campuran ini membawa efek ketika diuji coba kepada anjing yaitu: anjing tersebut tiarap, ketakutan, mengantuk dan muntah-muntah. Namun tahun 1898 pabrik obat "Bayer" memproduksi obat tersebut dengannama Heroin, sebagai obat resmi penghilang sakit (pain killer).
Tahun 60-an - 70-an pusat penyebaran candu dunia berada pada daerah "Golden Triangle" yaitu Myanmar, Thailand & Laos. Dengan produksi: 700 ribu ton setiap tahun. Juga pada daerah "Golden Crescent" yaitu Pakistan, Iran dan Afganistan dari Golden Crescent menuju Afrika danAmerika.
Selain morphin & heroin adalagi jenis lain yaitu kokain (ery throxylor coca) berasal dari tumbuhan coca yang tumbuh di Peru dan Bolavia. Biasanya digunakan untuk penyembuhan Asma dan TBC.
Di akhir tahun 70-an ketika tingkat tekanan hidup manusia semakin meningkat serta tekhnologi mendukung maka diberilah campuran-campuran khusus agar candu tersebut dapat juga dalam bentuk obat-obatan.































Narkoba, Sejarah Panjang yang Berbahaya
Oleh H. UNUS SURIAWIRIA
NARKOBA ternyata dapat dijadikan "alat" ataupun bahan untuk memicu perang di antara negara ataupun kelompok negara, atau kelompok di dalam negara itu sendiri. Cina dengan Inggris pernah perang karena narkoba, yang berlangsung pada tahun 1839-1842. Perang tersebut dikenal dengan "Perang Candu".
Inggris pada tahun 1800-an menghendaki agar pemerintah Cina membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk perdagangan antarnegara, tetapi pada akhirnya keinginan Inggris tersebut tidak dapat diterima oleh pemerintah Cina. Bukan juga Inggris kalau kemudian tidak dapat memaksa Cina ataupun negara lainnya untuk kehendaknya itu. Maka dilakukanlah "perang lain" untuk membuka kehendaknya itu dalam bentuk perdagangan-gelap candu.
Sudah sejak tahun 1880-an, Ingris memasukkan candu ke wilayah Cina, sehingga mengakibatkan perdagangan obat bius ini merajalela secara cepat di daratan Cina dengan akibat-akibatnya yang sangat menghawatirkan dan membahayakan, khususnya terhadap masyarakat luas yang benar-benar sudah "kecanduan" candu.
Dengan cara ini para pedagang candu Inggris memiliki keuntungan sangat besar, serta pemerintah Inggris mmpunyai alasan untuk memaksakan kehendaknya. Tetapi pemerintah Cina tidak dapat menerima keadaan tersebut. Atas perintah Kaisar, semua simpanan candu bernilai puluhan juta dolar di Kota Kanton, dibakar habis dan dihancurkan pada tahun 1839.
Maka perang antara Cian dengan Inggris karena Inggris tidak dapat menerima "alasan" pembakaran candunya di Kanton, pecah, dimulai tahun 1839 dan berakhir tahun 1842 dengan kekalahan di pihak Cina.
Akibatnya pada tahun 1842 diadakan Perjanjian Nanking (sekarang Nanjing). Isi dari perjanjian itu antara lain Cina harus membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk perdagangan antarnegara, seperti pelabuhan Kanton, Syanghai, Amoy, Foochow dan Ningpo untuk perdagangan Inggris. Selain itu, Cina juga harus menyerahkan pulau Hong Kong kepada Inggris yang kemudian menjadi pusat perdagangan terkenal di timur-jauh.
**
DI antara jenis-jenis tanaman yang sudah dikenal, tanaman candu atau Papaver somniferum telah menjadi primadona yang dapat mendatangkan keuntungan besar di dalam bisnis (umumnya bisnis gelap) tetapi juga dapat mendatangkan bahaya dan kerugian, baik materi maupun kejiwaan.
Dari bentuk dan warna bunganya yang sangat menarik, yang sejauh mata memandang terhampar di kebunnya yang luas di daerah sekitar Thailand utara serta daerah lainnya yang berbatasan (disebut daerah segitiga emas), orang tidak akan menyangka bahwa tanaman tersebut dapat menghasilkan senyawa kimia yang menghebohkan dunia berbentuk opium atau heroin.
Di dalam keindahan bunganya yang merah kekuning-kuningan inilah, kelak akan terbentuk buah berbentuk bulat sebesar bola pingpong yang kalau ditoreh atau dikerat akan mengeluarkan semacam "getah" berwarna putih terdiri dari alkaloida yang kaya nitrogen.
Hasil analisa yang dilakukan oleh pakar farmasi Jerman tahun 1815 Dr. F. Serturner, cairan putih tersebut bersusunan-kimia C17H19NO3 yang diberi nama morpheus atau nama Dewi Mimpi Orang Yunani (maksudnya karena pengguna senyawa ini akan dapat fly atau bermimpi indah).
Sejak abad ke-4 sM, para printis dunia pengobatan barat seperti Hippocreates, Dioscorides dan Galen sudah mengetahui khasiat candu sebagai penghilang rasa sakit, batuk dan tidur lebih nyenyak. Sedangkan tahun 1530, Paracelcus telah mencapur candu dengan alkohol menjadi cairan obat yang diberi nama laudanum, sehingga hampir semua obat berkhasiat pada saat itu rata-rata mengandung laudanum.
Dari nama Morpheus itulah kalau kemudian timbul nama morfin untuk hasil olahan buah candu, sehingga seseorang yang kecanduan umum pula disebut morfinis.
Segi positif kehadiran morfin di dalam pengobatan, tentu saja tidak dapat dipisahkan dari salah satu cara untuk mengurangi rasa sakit yang berlebih. Seperti misalnya terhadap prajurit di medan perang yang menderita luka parah, maka untuk mengurangi rasa sakitnya oleh dokter akan diberi suntikan morfin.
Perdagangan gelap dan kemudian penyalahgunaan candu dimulai tahun 1898, ketika di beberapa kota besar dunia, khususnya di Amerika dan Eropah muncul "serbuk putih" heroin, yang digunakan sebagai obat pengurang rasa sakit, obat batuk dan obat diare.
Di dalam tubuh manusia, akan berurai komposisinya menjadi morfin kembali. Tetapi kalau heroin disuntikkan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah, akibat yang pertama dirasakan adalah perasaan nikmat yang penuh sensasi, dalam waktu yang relatif singkat. Karenanya, orang atau pengguna kemudian ketagihan untuk berulang-ulang menggunakannya, terutama kalau rasa hatinya menjadi gundah atau perasaan tidak enak lainnya.
Akibat perdagangan gelap dan penyalah-gunaan candu, AS memang merupakan negara tertinggi dan terparah, sehingga menurut catatan DEA, setiap tahunnya pasaran candu disamping narkotika lainnya, di AS, bernilai tidak kurang dari USS 4,- miliar atau sekitar Rp 27 triliun. Jumlah yang tidak sedikit.
Angka tersebut ternyata masih "kecil" kalau dibandingkan dengan kokain, karena setiap tahun edaran dan bisnis kokain di AS bernilai US 18,- miliar dan US$ 44 miliar untuk mariyuana. Hanya sejak dari penadah sampai konsumen / pengguna harga heroin dapat naik sampai 90%, sedang harga kokain naik sampai 200% saja, sama seperti untuk harga ganja.
Heroin yang diselundupkan ke AS setiap tahunnya sekira 4 metrik ton, 50% di antaranya berasal dari kawasan Parhan, yaitu sekitar perbatasan Afghanistan dan Pakistan.
Kawasan yang termasuk lembah Shewa Khwar dan lembah Siah di Pakistan, Rajasthan di India juga kawasan yang sangat terkenal dengan "Segitiga Emas" yang termasuk daerah Thailand, Burma dan Laos, merupakan daerah perkebunan candu terluas di dunia.
Salah satu negara yang dikenal sebagai candu terbesar di dunia secara resmi adalah India. Setiap tahunnya sejumlah besar candu dikirim ke negara tujuan yang akan dipergunakan sebagai bahan campuran obat yang dihasilkan, oleh lebih kurang 170.000 petani tanaman candu yang dihaluskan menjual hasil candunya kepada pemerintah dengan harga resmi sekira US$ 15 per kg (bandingkan dengan harga sekali suntik untuk heroin di AS sekira US$ 35).
Pabrik pengolahan candu terbesar juga terdapat di India, yaitu di Madhya Pradesh. Perusahaan milik pemerinatah ini setiap harinya harus menjemur sekira 800 buah loyang yang masing-masing berisi 35 kg.
**
TENTU saja, karena harga candu gelap sangat mahal, maka usaha pencurian akan selalu terdapat, sehingga penjagaan ketat dilaksanakan selama 24 jam terus menerus. Ada sekira 2/3-kebutuhan candu AS secara resmi sebagai bahan obat, didatangkan dari India, disamping India juga merupakan pemasok candu untuk negara Rusia, Peracis, Inggris dan Jepang.
Mengapa India terlibat di dalam perkebunan dan pengolahan hasil candu? Ternyata masalahnya karena didukung oleh sejarah panjang sejak zaman kaisar/raja India tempo doeloe.
Sudah sejak zaman dulu rakyat India merupakan pengguna candu yang disebabkan karena tradisi dan tidak dilarang oleh pemerintah. seperti misalnya para prajurit pasukan gajah dari Kekaisaran Mogul yang terkenal, selalu mendapat bagian beberapa "cekak" candu untuk meningkatkan keberanian mereka, terutama di medan perang. Bahkan Kaisar Shah jahan pendiri Taj Mahal yang terkenal sampai sekarang, merupakan pengguna candu, yang biasaya dicampur dengan minuman anggur.
Sekarang kebiasaan lama terhadap candu, masih berlangsung. Seperti misalnya untuk para pekerja kasar yang selalu menelan sebutir candu yang mereka sebut goli yang ditenggak bersama air teh. Juga para sopir truk yang mengendarai truknya dalam jarak jauh, goli merupakan obat kuat penambah dan peningkat stamina kekuatan tubuh mereka.
Walau begitu tetap candu atau opium merupakan benda pembawa petaka kalau disalahgunakan, seperti yang akhir-akhir ini banyak terjadi di mana-mana. Sehingga pada akhir abad ke-19, AS telah mengadakan perjanjian dengan Cina yang berkaitan dengan pengawasan dan pencegahan terhadap perdagangan / peredaran secara gelap serta penyalahgunaannya. Sebuah fakta internasional kemudian disusun dalam bentuk "International Opium Commission" pada tahun 1909 di Thailand.
Juga dua tahun sekali, Komisi Pengawasan Narkotika PBB melakukan pertemuannya di Wienna, Australia, untuk membahas masalah narkotika, di samping kampanye antipenyalahgunaan narkotika terus digiatkan di tiap negara, terutama di Australia dan Spanyol, negara akhir-akhir ini meningkat tajam pengguna dan penyalah-gunaan narkotika, di samping AS yang sudah benar-benar kecanduan secara mendalam.
Ada beberapa masalah dan kendala yang menghambat usaha PBB untuk meningkatkan dan menggalakkan kampanye anti-penyalahgunaan narkotika. Pertama adanya jaringan internasional yang sangat rapi, kuat, dan memiliki kekuasaan besar di dalam pengendalian kelancaran lalu lintas edaran-gelap narkotika antar negara atau antar tempat. Kedua, jual beli narkotika di pasar gelap dengan nilai miliaran dolar, banyak kaitannya dengan "penyalahgunaan wewenang / kekuasaan" dari sekelompok penguasa yang berkaitan erat pula dengan kebobrokan mental korup para pejabat negara. Ketiga, bagaimana harus mengawasi arus lalu lintas angkutan udara yang melibatkan lebih dari 600.000 penumpang dari satu negara ke negara lain.
Walau begitu, Komisi PBB Anti penyalahgunaan narkotika serta perdagangan gelapnya, tetap bertekad untuk meningkatkan kegiatannya, apa pun hambatan, halangan ataupun kendala yang harus dihadapi. Karena kalau terus dibiarkan, bagaimana masa depan dunia mendatang?***