3.1. KONSELING
Konseling merupakan bagian penting dalam therapeutic community (TC) terutama untuk membantu residen mengatasi berbagai permasalahan psikososial yang dialaminya. Selain melakukan kegiatan-kegiatan khusus yang menjadi ciri khas pelayanan TC, residen perlu terlibat dalam konseling baik yang dilakukan secara individual maupun kelompok. Proses konseling dapat berlangsung selama tahap TC sesuai dengan kebutuhan residen.
3.1.3. Pengertian
Konseling adalah suatu proses interaktif yang dicirikan dengan suatu hubungan yang unik antara konselor dan residen yang menuju pada perubahan dalam diri residen dalam satu atau lebih hal sebagai berikut:
a. Perilaku
b. Keyakinan-keyakinan (cara-caraenafsirkan atau menguraikan realitas, termasuk tentang diri sendiri).
c. Kemampuan untuk mengatasi situasi-situasi kehidupan untuk memaksimalkan kesempatan-kesempatan dan meminimalkan kondisi-kondisi lingkungan yang merugikan.
d. Tingkat emosi yang menyusahkan
Umumnya, konseling akan menghasilkan tingkah laku yang bebas dan bertanggungjawab, diiringi oleh suatu kemampuan untuk memahami dan mengatur emosi yang negatif .
Kompleksnya proses konseling menyebabkan konseling tidak dapat dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki pendidikan professional di bidang ini. Konseling seharusnya dilakukan oleh pekerja sosial, psikolog dan psikoterapis lainnya. Namun demikian, memperhatikan keterbatasan jumlah tenaga konselor profesional, sementara permasalahan penyalahgunaan narkoba memerlukan banyak tenaga untuk mengatasinya, maka tidak mungkin upaya penanganan penyalahgunaan narkoba hanya bertumpu pada tenaga-tenaga professional tersebut. Pada konteks ini, alternatif yang mungkin dipilih adalah mengembangkan kader-kader konselor paraprofessional dan relawan untuk dapat bekerja sama dengan atau di bawah bimbingan konselor professional. Mereka dapat terdiri atas orang tua pengguna atau orang-orang yang memiliki perhatian dan minat untuk membantu korban.
3.1.3. Tujuan
Tujuan konseling terbagi dua yaitu (a) tujuan hasil (outcome goals), dan (b) tujuan proses (process goals).
a. Tujuan hasil adalah bahwa konseling menuju pada perubahan dalam diri individu/residen. Konseling individual maupun konseling kelompok mengekspresikan maksud pengembangan (berorerientasi pada pertumbuhan personal) dan perbaikan (berorientasi pada pemecahan masalah).
Keberhasilan konseling tidak terjadi secara ajaib tetapi membutuhksan komitmen yang nyata dari residen dan konselornya, dan komitmen ini adalah dasar bagi tercapainya suatu hasil atau perubahan. Perubahan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk yaitu: perubahan tingkah laku, memperbaiki keyakinan-keyakinan atau nilai-nilai, perbaikan dalam membuat keputusan atau menguasai keterampilan dalam membuat keputusan, atau mengurangi tingkat emosi yang menyusahkan (sulit).
b. Tujuan proses yaitu berkisar pada pengembangan kepercayaan diri, pengetahuan, keterampilan maupun sikap residen dan juga konselor itu sendiri. Tujuan proses kadang-kadang digambarkan berkenaan dengan kegiatan konselor, dan pada waktu yang lain berkenaan dengan pengaruh-pengaruh yang dialami oleh residen.
Tidak ada aliran tunggal yang mendominasi konseling untuk korban penyalahgunaan obat, namun pada umumnya setiap konseling berupaya untuk mengembangkan ketermpilan korban dalam hal: · Mengambil keputusan. · Mengatasi stress. · Mengembangkan pandangan hidup yang positif. · Merasa lebih relaks, mengendalikan mental dan diri. · Memasuki kembali sekolah atau tempat kerja. · Membangun kembali relasi dengan keluarga atau dengan teman-teman lama yang bukan pecandu. · Mengatasi berbagai kejadian/tindakan (termasuk kejahatan) yang dilakukan pada saat “sakau”. · Mengembangkan sikap berani menghadapi kenyataan. · Memiliki sikap pragmatis terhadap uang. · Belajar menginternalisasikan norma-norma tertentu. |
4.5. AFTER CARE (PEMBINAAN LANJUT)
Pembinaan lanjut adalah suatu tahap di mana residen telah selesai mengikuti program, dan disebut sebagai alimni. Kemudian alumni memasuki masyarakat luas: keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan kerja, dan lingkungan pendidikan. After care dilaksanakan dengan alasan: Pertama residen telah menyelesaikan program pelayanan di dalam panti (primary dan re-entry) dan telah dinyatakan abstinensia selanjutnya disebut alumni; kedua untuk memelihara kondisi abstinensia yang telah dicapai; ketiga semakin meningkatkan peran keluarga yang mendukung upaya pemulihan yang telah dicapai.
Tahap ini dilakukan untuk meyakinkan alumni sampai kepada kemandirian hidup di luar panti dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Hal yang sangat penting dipertimbangkan adalah penempatan kembali alumni kepada perannya supaya dia memiliki kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam masyarakat, termasuk peran semula atau yang baru di lingkungan.
Unsure-unsur yang sangat mendukung upaya pembinaan lanjut bagi alumni narkoba adalah: Faktor keluarga; teman sebaya (peer group); lingkungan kerja (workplace);lingkungan sosial masyarakat; pengetahuan tentang relapse.
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga dalam membantu alumni tetap abstinence perlu diperhatikan, terutama dalam hubungan alumni dengan co-dependents (orang tua, suami, istri, anak, pacar, dan keponakan).Co-dependents ini akan mempengaruhi aspek emosi, psikologi dan tingkah laku alumni dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, terutama keberadaan alumni dalam keluarga harus sama posisinya dengan anggota keluarga untuk membantu alumni menjalani kehidupannya antara lain:
a. Persuasif
Unsur persuasive yang dilakukan keluarga dalam menghadapi alumni harus dapat dibuktikan dengan cara membujuk, merayu, dan menghimbau. Kegiatan membujuk, merayu, menghimbau atau sejenisnya adalah merangsang alumni untuk melakukan sesuatu dengan spontan, dengan senang hati, dengan sukarela tanpa merasa dipaksa. Ketika alumni melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan standar norma dan nilai dalam keluarga, maka ia diberikan penghargaan yang wajar sebagaiman anggota keluarga yang lainnya.
Persuasive merupakan salah satu metode komunikasi sosial antara orang tua dan alumni dalam keluarga. Penerapannya menggunakan teknik/cara tertentu, sehingga dapat menyebabkan alumni bersedia malakukan Sesuatu untuk kepentingan masa depannya. Kesediaan itu timbul dari dalam didinya, sebagai akibat terdapatnya dorongan atau rangsangan tertentu yang menyenangkannay.
Efek utama dari komunikasi persuasi adalah mendorong alumni untuk berfikir mengenai dua hal, yaitu: mampu mengemukakan pendapat dan mendengarkan saran/pendapat dari co-dependents.
Berbicara tentang komunikasi persuasive biasanya berkaitan dengan berbagai issue yang tidak dapat dipecahkan alumni oleh dirinya sendiri, sehingga memerlukan bantuan co-dependents. Dalam menentukan bantuan alumni berhak untuk memilih co-dependents yang diyakini mampu menyaelesaikan masalahnya.
b. Aspek-aspek persuasif
Dalam komunikasi persuasif dalam keluarga antara alumni dan anggota keluarga lainnya (co-dependents) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Sikap alumni terhadap diri sendiri
Sikap (attitude) adalah kesediaan menanggapi sesuatu hal yang senantiasa diarahkan terhadap benda-benda, orang,peristiwa, pandangan, lembaga/institusi, norma, nilai dan lain-lain hal.
Sikap terhadap diri sendiri akan dapat diketahui dari sudut pandangan sederhana yang menunjukkan bahwa setiap orang mengenal dirinya, namanya, kesukaannya, kebiasaannya, dan bahkan cita-citanya atau keinginannya pada masa yang akan datang.
2. Sikap terhadap keluarga, teman dan orang lain.
Alumni diharapkan memiliki pandangan yang positif terhadap anggota keluarga (ayah, ibu, dan saudara-saudaranya), dan tidak memiliki prasangka buruk, terutama yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman masa lalunya.
Peran sikap dalam kehidupan keluarga adalah peran yang sangat besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri masing-masing anggota keluarga, maka sikap-sikap itu akan turut menentukan tingkah laku selanjutnya.
Adanya berbagai sikap tertentu menyebabkan mereka akan bertindak secara bebas dan khas terhadap objek-objeknya.
Sikap dapat dibedakan kedalam sikap sosial dan sikap individual.
a. Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang0ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang dan tidak hanya dinyatakan oleh seseorang saja melainkan juga oleh orang-orang lainnya, sekelompok atau masyarakat.
b. Sikap individual dimiliki oleh seorang demi seorang saj d an berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial.