A. Pascarawat & Kekambuhan
Kekambuhan (relapse) adalah masalah yang umum dalam menangani penyalahguna. Namun istilah ‘kambuh’ sebenarnya hanya dapat dipakai bila seseorang semapt pulih secara fisik, mental, emosional, sosial, dan spiritual. Tanpa pernah pulih dalam semua aspek, maka ia hanya dikatakan ‘masih sakit’, masih ‘in relapse’ atau masih dalam manifestasi penuh penyakitnya meski sudah ‘mendingan’ atau lebih baik. Jadi kalau belum sempat sembuh, seorang penyalahguna sebenarnya bukannya kambuh, melainkan ‘ia masih sakit’. Orang yang sakit diabetes, dan belum sembuh ketika pulang, masih dikatakan ‘masih sakit’ dan masih dalam masa penyembuhan. Lain bila ia keluar perawatan dengan keadaan sehat, kembali bekerja dan fungsional secara penuh tanpa masalah, dan setelah masa yang cukup lama dalam keadaan sehat, diabetesnya bisa saja kambuh dan kadar gula dalam darahnya perlu distabilkan lagi di rumah sakit. Ia perlu masuk lagi ke rumah sakit. Itulah makna ‘kambuh.
Terlepas dari sudut istilah, kekambuhan setelah kepulihan bagaimanapun juga sering terjadi. Sebagaimana yang diungkapkan dari penelitian NIDA, bahwa sebagaimana halnya dengan penanganan penyakit kronis lainnya (misalnya diabetes), kekambuhan dapat saja terjadi selama atau setelah episode perawatan yang sukses. Orang yang diabet bisa saja dirawat secara sukses di rumah sakit, namun saat pulang, ia bukan tak mungkin mengalami masalah lagi dengan kadar gulanya bila ia tak memperhatikan dietnya dan apa yang harus dikendalikannya. Orang berpenyakit jantung yang sudah berhasil by-pass bukan berarti nantinya tak akan pernah terkena serangan jantung lagi. Istilah ‘sembuh’, karenanya bisa hanya temporer bila tidak ada perubahan fundamental pada diri orang tersebut untuk ikut mempertahankan kesehatannya. Dan yang terakhir ini, merupakan proses mental dan bukan fisik.
Keluarga memang mengambil resiko ketika memasukkan anak ke panti. Risikonya ada dua: ‘kemungkinan sukses’, dan ‘kemungkinan gagal’, namun tidak menindaknya samasekali seringkali lebih menjamin kegagalan. Sebagaimana dokter tak pernah menjamin bahwa pasiennya yang berpenyakit jantung tidak akan pernah kambuh lagi, begitu pula panti rehabilitasi tak dapat memberikan jaminan. Mereka yang berani memberikan jaminan umumnya sekedar menghembuskan janji surga.
Perlu diingat bahwa belajar untuk ‘tidak kambuh’ adalah sebuah proses yang mudah-mudahan diajarkan dalam program pemulihan apapun, yang juga harus dipertahankan dengan program pascarawat atau aftercare. Tanpa itu, tak peduli seberapa hebatnya rehabilitasi tersebut, kalau tak ada untuk tetap melibatkan si perempuan penyalahguna dalam pemulihan melalui aftercare yang terprogram, maka kekambuhan akan dijamin. Belajar untuk pulih sama dengan belajar hal yang lainnya, dimana siswa juga harus cukup matang untuk dapat menerima pendidikannya. Kita tak bisa mengharapkan seorang anak yang baru belajar berjalan untuk memahami penyelesaian rumus kalkulus kehidupan yang rumit. Selain itu, dalam satu kelas pun, kita akan menghadapi beragam siswa dengan kecepatan belajar, kepribadian dan kebutuhan yang juga berbeda-beda. Juga, dibutuhkan waktu bersih dari narkoba selama dua tahun berturut-turut, sebelum kehidupan dpat benar-benar berubah dan kita mempunyai landasan yang cukup kuat untuk mengembangkan seseorang.
Keluarga juga sering tak menyadari bahwa kalau si penyalahguna pulang, perawatan artinya akan kembali ke tangan keluarga. Bagaimanapun, panti rehabilitasi dan pemulihan kalaupun mau disamakan dengan bengkel mobil, keluarga harus menyadari bahwa perbaikan mobil di suatu kali bukan menjamin bahwa mobil anda tak akan pernah rusak lagi seumur hidup. Mobil yang rusak memang dapat diperbaiki dengan derajat perbaikan yang berbeda, juga berdasarkan derajat kerusakan, tetapi apakah keluarga sudah belajar cara memper-tahankan agar mobil tersebut tidak rusak dan rusak kembali karena penanganan mobil yang tidak pada tempatnya setelah dibawa pulang? Nah, demikian pula dengan pemulihan. Karenanya, sangat kritis bagi keuarga untuk belajar cara penanganan penyalahguna selama si penyalahguna masih berada dalam pemulihan di suatu panti. Bagaimanapun, si penyalahguna akan kembali ke pangkuan keluarga. Siapkah keluarga menjalankan aspek pemeliharaan berkesinambungan atau maintenance yang mencegah kerusakan yang sama dari terjadi lagi?
Seringkali keluarga kesal kalau si penyalahguna kambuh dan kambuh kembali. Tak jarang, karena penanganan keluarga masih belum berubah setelah si penyalahguna kembali. Atau kalau keluarga sudah sempat sembuh, mereka juga ‘kambuh’ ke cara lama dalam menangani penyalahguna. Akibatnya drama yang dahulupun terjadi lagi. Si penyalahguna kambuh, dan keluarga panik lagi. Tidak ada sebuah panti muncul karena banyak kaum muda yang menjadi penyalahguna. Lebih jauh lagi, hampir semua panti yang bertanggung jawab justru menginginkan kesuksesan 100% karena itu menunjukkan kesempurnaan pelayanannya. Namun hasil penelitian di dunia menunjukkan bahwa 80% dari mereka yang masuk panti pemulihan akan relapse beberapa kali sebelum akhirnya bisa suksse.
Hal yang sering terjadi adalah, si penyalahguna tidak didorong untuk terus mengikuti program pascarawat pemulihan di luar, atau karena panti pemulihan tidak mempunyai konsep pascarawat dalam programnya. Juga, keluarga ikut kambuh dengan menomor duakan pemulihan keluarga da pemulihan si penyalahguna memanfaatkannya sebagai ‘dalih’ untuk kambuh.
Pada dasarnya, kekambuhan kerap bisa diramalkan dan dilihat sebelum terjadinya. Diantaranya, kemajuan yang ada saat ia kembali dari pemulihan, secara pasti mulai terkikis. Rasa tanggung jawab kembali menurun, ia mulai terlalu peka, marah-marah dan emosional, dan mulai kembali mementingkan diri sendiri. Bila keluarga tidak memahaminya karena tidak pernah mengikuti program, maka tanda-tanda berikut akan luput dari perhatian mereka.
§ Si penyalahguna mempunyai keyakinan salah yang menimbulkan pemikiran yang irasional. Hal ini yang sering terjadi:
o Penyalahguna heroin menganggap mereka bisa minum alkohol atau mengganja tanpa masalah, karena mereka dahulu membutuhkan perawatan karena heroin dan bukan alkohol. Karean kepribadian penyalahguna yang sifatnya kompulsif dan obsesif, dalam waktu singkat kondisi mental, emosional mereka akan kembali hancur dan mereka kembali narkoba pilihan mereka atau justru menjadi alkoholik penuh (pindah zat).
o Menganggap bahwa ia sudah sembuh, sehingga bisa menggunakan dengan kendali yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
o Menganggap bahwa menggunakan sekali-sekali tidak akan menimbulkan masalah
o Menyangkal bahwa dirinya penyalahguna, dll.
§ Mulai kembali ke pola pemikiran adiktif yang menimbulkan perasaan yang menyakitkan bagi dirinya sendiri, misalnya bahwa kehidupannya tak menarik tanpa narkoba, mereka bosan, dll.
§ Terlibah dalam perilaku yang kompulsif dan destruktif sebagai cara menghindari perasaan.
§ Mencari situasi dan teman-teman yang menggunakan zat adiktif.
§ Menemukan diri mereka kembali dalam rasa sakit yang lebih hebat, dengan pola pemikiran yang semakin tidak rasional dan perilaku yang semakin tidak bertanggung jawab.
§ Membuat diri mereka berada dalam situasi dimana kembali menggunakan narkoba seolah menjadi pelarian yang logis dan rasa sakit yang mereka rasakan (ini disebut set-up, dimana si penyalahguna mulai menata panggung dramanya supaya mempunyai alasan untuk kambuh>
§ Memakai narkoba kembali.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, seringkali penyalahguna berusaha mengalihkan kecanduannya ke zat yang lain setelah lepas dari pemulihahan. Penyalahguna putaw, misalnya, mungkin akan menghentikan penggunaan putawnya akibat krisis yang dihadapinya dnegan putaw, tetapi akan beralih ke minuman beralkohol untuk bersenang-senang dengan teman-temannya. Gaya hidupnya tidak berubah, teman-temannya tidak berubah, dan tempat mainnya tidak berubah. Mereka hanya tidak pakai putaw lagi. Tak aneh bila akhirnya mereka berkembang menjadi peminum kronis dan harus masuk program pemulihan kembali sebagai alkoholik di tahun-tahun mendatang.
Bersih (clean) berari harus bersih dari semua zat. Menariknya, tak jarang keluarga karena tidak memahami adiksi, merestui saja si penyalahguna putawnya untuk minum alkohol karena menganggap alkohol masih legal. Mereka tak menyadari bahwa penyalahguna tak akan pernah menggunakan apapun secara moderat seperti umumnya orang lain yang bisa minum alkohol hanya pada situasi sosial. Berbeda dengan orang normal, penyalahguna akan cenderung menunjukkan pola kepribadian yang adiktif, kompulsif dan obsesif dengan zat apapun yang mereka sentuh dan sukai. Termasuk alkohol. Hanya soal waktu sebelum mereka kembali kambuh ke putaw, narkoba pilihannya.
Tabel berikut ini adalah faktor-faktor internal dan eksternal seseorang bisa kambuh kembali pada kecanduannya, dalam hal ini alkoholik, perokok, penyalahguna heroin dan pada penjudi setelah kembali ke masyarakat.
Gambar 37. Faktor Internal Jatuh Kembali,YAKITA tahun 1999-2003

Gambar 38. Faktor Eksternal Jatuh Kembali, YAKITA, Tahun 1999-2003

Kembali ke masyarakat memang selalu ada resikonya, namun resiko ini memang harus diambil untuk melihat perubahan yang sudah atau belum terjadi. Anda tidak bisa mengharapkan si penyalahguna berada di panti seumur hidup! Kembali ke masyarakat memungkinkan para penyalahguna dapat melihat apakah strategi pemecahan masalah yang diajarkan dalam program pemulihan diterapkannya dalam kehidupan masyarakat normal atau tidak, dan apakah perlu penguatan untuk memastikan bahwa ia bisa menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Jika biasanya, mereka lari dari masalah dengan menggunakan narkoba, maka mereka harus belajar menghadapi dan menyelesaikan masalah yang ada dengan cara yang tepat dan dapat diterima oleh masyarakat dengan tanpa harus menggunakan narkoba.
Mereka harus dapat memecahkan masalah dengan tetap mempertahankan proses pemulihan mereka. Dalam periode pembelajaran ini mereka dapat saja jatuh kembali atau mengalami titik henti atau stagnasi yang menghambat pemulihan mereka. Hal yang juga harus mereka atasi segera. Jatuh kembali saja tidak seberbahaya jika mereka mengalami titik henti perkembangan. Jika mereka jatuh kembali, mereka dapat belajar mencoba kembali berhenti menggunakan narkoba dan mengkaji kembali letak kegagalannya yang menyebabkan ia jatuh kembali, dan lalu meneruskan proses pemulihannya. Namun, jika mereka mengalami titik henti, dan mereka tidak mau atau tidak mampu mengeksplorasi kembali dirinya, maka kegagalan pemulihan lah yang akan terjadi.